Saya masih ingat ketika memulai kehidupan baru di Yogyakarta. Tepatnya di tahun 2002, saya menginjakkan kaki di Yogyakarta untuk menimba ilmu.. Harapan paling utama adalah menjadi yang terbaik bagi orangtua.. Pada saat itu, yang terlintas di benakku adalah kuliah dengan sungguh-sungguh alias kuliah sepenuh hati. Semester demi semester kulalui dengan hasil yang memuaskan dengan IP di kisaran 3,8 - 4.0.. Wow,.sebuah angka yang fantastis bagi sebagian orang.. (bangga mode:ON).. Hmmm... ya..ya... nilai tersebut didapatkan bukan karena doa saja, tetapi ada usaha untuk itu... Belajar dengan sepenuh hati adalah kuncinya...
Bicara tentang sepenuh hati, juga berlaku untuk menjalani kehidupan ini. "Apa yang bisa didapatkan seseorang jika sudah berbuat sepenuh hati?" Sebuah pertanyaan yang sangat menarik... Jawaban sebagian besar orang untuk pertanyaan itu yakni "mendapatkan hasil yang baik" atau "mendapatkan hasil yang maksimal", atau "mendapatkan yang tidak mungkin menjadi mungkin". Atau bahkan ada juga yang menjawab "Pasti mendapatkan penghargaan atau pujian". Tentu saja tidak ada yang salah dengan jawaban-jawaban seperti itu. Yang mau saya tekankan adalah bahwa tidak semua yang dilakukan dengan sepenuh hati pasti mendapatkan hasil yang maksimal atau memuaskan atau bahkan pujian dari orang lain. Orang di sekeliling kita ada yang beranggapan bahwa yang kita lakukan belum sepenuh hati, padahal kita sudah melakukannya dengan sungguh-sungguh. Karena sebenarnya yang mengetahui sesuatu itu sudah dilakukan sepenuh hati adalah diri kita sendiri.
Hal yang sama juga berlaku untuk yang pacaran atau berumah tangga atau berpasang-pasangan..:D... Didalam hubungan tersebut ada kata "cinta", "sayang" atau sejenisnya.. Pertanyaan bagi yang sudah punya pacar, "Apakah kalian saling mencintai? Apa kalian saling mencintai karena kelebihan yang ada pada diri masing-masing?". Jika kita mencintai karena dia cantik, ganteng, berpendidikan, kaya atau karena dia bisa mengantar kesana-kemari, maka hal tersebut saya kategorikan sebagai sesuatu yang bersifat sesaat. Bagaimana jika dia lumpuh, miskin suatu ketika, apa masih tetap mencintainya?. Saya pernah menonton sebuah video mengharukan di Youtube tentang kisah seorang pria yang mendonorkan matanya untuk teman wanitanya. Wanita tersebut mengalami kebutaan karena tersiram bahan kimia di tempat sang pria. Demi sang wanita, sang pria akhirnya memutuskan untuk buta dan merelakan kedua matanya menjadi milik wanita agar bisa melihat dunia ini kembali... Sungguh sebuah pengorbanan yang luar biasa dan sangat jarang ditemui saat ini.
Sudahkah Anda mencintai pasangan Anda?
Mencintai sepenuh hati adalah merelakan diri kita dicintai sepenuh hati sehingga bisa dicintai sepenuhnya...
Selamat beraktifitas sahabat...
0 comments:
Post a Comment